Tolong bagi pengunjung blog ini mohon mengisi di buku tamu ,ok,,? Raharjo dwisasono: 03/05/09 - 10/05/09

Raharjo dwisasono

Untaian kata kata terangkai menjadi postingan

Jumat, 08 Mei 2009

AA Cs Dieksekusi


Sekitar pukul 00.15 WIB, Ahad (9/11), AA (Amrozi dan Ali ghufron ), menjalani eksekusi mati dengan cara ditembak. Terpidana dihadapkan dengan regu tembak dengan jumlah 12 anggota Brigade Mobil setiap regu.

Eksekusi bertempat di Bukit Nirbaya Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah, atau sekitar empat kilometer dari LP Batu. Usai eksekusi, jenazah diperiksa tim dokter untuk memastikan ketiga terpidana telah meninggal.


Selanjutnya jenazah dibawa ke LP Batu untuk dimandikan. Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Jasman Panjaitan, pihak keluarga yang diwakili Ali Fauzi ikut memandikan jenazah.


Saat ini, pasukan Brimob disiagakan di Solokuro, Tenggulun, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Mereka berjaga-jaga di sekitar kampung terpidana mati kasus Bom Bali I Amrozi dan Ali Gufron. Diperkirakan 2.000 personel bersiaga di tempat itu.


Pasukan yang ada di Tenggulun dilengkapi dengan mobil perintis dan sejumlah ambulan. Pasukan ini akan mengamankan proses evakuasi jenazah Amrozi dan Ali Gufron saat dibawa pulang ke Solokuro yang dilakukan pagi ini.


Sementara itu, ratusan santri menyesaki rumah Amrozi. Suasana haru langsung terasa di kediaman kakak-beradik Amrozi dan Ali Gufron begitu terdengar kabar eksekusi telah dilaksanakan.


Pihak keluarga akan langsung menyiapkan pemakaman setelah jenazah tiba. Jenazah akan disemayamkan di rumah duka terlebih dahulu setelah itu dibawa ke Masjid Baitul Muttaqin dan dimakamkan di Tempat Pemakaman Umum Desa Tenggulun.


Penjagaan ketat juga terlihat di sekitar kediaman Imam Samudra di Lopang Gede, Kelurahan Lopang, Serang, Banten. Setiap kendaraan diperiksa saat memasuki kawasan tersebut.


Warga sekitar dan simpatisan terus mengalir mendatangi kediaman Imam Samudera. Sejumlah warga pun sudah menggali lubang lahat tak jauh dari rumah Imam Samudra. Namun wartawan dihalangi mengambil dari jarak dekat dan menggunakan lampu kamera.


Istri Imam Samudera, Zakiah Derazat, menyampaikan permintaan maaf kepada warga setempat. Keluarga Imam Samudra menyatakan akan melakukan perlawanan hukum atas kematian Imam Samudera. Keluarga hingga kini masih menunggu kedatangan jenazah Imam Samudera yang diperkirakan tiba pukul 08.00 WIB.


Peningkatan pengamanan juga terus dilakukan di Pulau Jawa. Kepolisian Sukoharjo, Jawa Tengah, misalnya, terus merazia kendaraan yang masuk ke wilayah tersebut.


Ini dilakukan karena sejumlah pelaku terorisme di Tanah Air justru tertangkap di Sukoharjo. Bahkan, Sukoharjo tercatat pernah menjadi tempat penyimpanan berbagai bahan peledak yang akan digunakan para teroris di sejumlah wilayah di Indonesia.


Razia serupa digelar di Mojokerto, Jatim. Operasi berlangsung di Jalan Gajah Mada yang merupakan pintu gerbang masuk arah kota. Polisi menghentikan dan memeriksa semua kendaraan yang melewati jalur tersebut.


Pelaksanaan eksekusi mati terhadap Amrozi cs seolah menjawab semua pertanyaan. Meski menentang eksekusi mati, namun waktu itu datang juga. Eksekusi telah dilaksanakan dan maut menjemput ketiga terpidana yang menyandang predikat teroris paling berbahaya karena dianggap terbukti mendalangi peledakan Bom Bali I pada 12 Oktober 2002 yang menewaskan lebih dari 200 orang.


Amrozi "si penyuplai bahan bom" dikenal cuek dan seakan tak peduli pada kasusnya. Itulah sifat yang dimiliki Amrozi Bin Nurhasyim. Karena sikapnya itu, Amrozi dikenal sebagai smiling assasin atau pembunuh yang tersenyum. Sikap cueknya juga sempat membuat hakim kesal karena anak kelima dari 13 bersaudara ini menolak bersaksi.


Amrozi ditangkap di rumahnya di Desa Tenggulun. Amrozi yang dibantu Ali Imron bertugas membeli bahan peledak dan mobil L-300 yang diketahui digunakan untuk membawa peralatan pengeboman.


Terpidana mati lainnya, Ali gufron alias Muklas. Dia adalah kakak kandung Amrozi dan Ali Imron. Muklas yang fasih berbahasa Arab dan Inggris itu menjadi figur penting bagi kedua adiknya. Muklas rela meninggalkan bangku kuliah dan pergi ke Afghanistan untuk bergabung dengan kaum Mujahidin. Muklas mengakui terlibat serangkaian peledakan bom di Indonesia selama 2001. Pada Bom Bali I, Muklas bertugas pencari dana untuk pembuat bom.


Yang terakhir adalah Abdul Aziz alias Imam Samudera. Pria asal Kampung Lopang Gede yang dikenal keranjingan internet ini sempat tinggal di Malaysia dan Afghanistan. Di negara itulah, Imam Samudera diduga belajar soal senjata api dan bom. Imam Samudera ditangkap tanpa perlawanan di sebuah bus Pelabuhan Merak. Dia diketahui perancang pengebomam Bom Bali I.

Rabu, 06 Mei 2009

Menyongsong Era Soeharto Babak Dua


Written by George Junus Aditjondro Cendana sekarang terang-terangan berdiri di belakang Gerindra, yang mencalonkan Letjen (Purn.) Prabowo Subianto sebagai Presiden RI ke7. Ini diungkapkan Jumat lalu (6/3), di depan massa di muka rumah orangtua Soeharto di Kemusuk, Argomulyo, Sedayu, Kabupaten Bantul, DIY, oleh Probosutedjo, adik tiri Soeharto yang sering jadi juru bicara Keluarga Cendana.Probosutejo sudah pernah mengeluarkan pernyataan serupa, yang kontan ditanggapi mantan Ketua MPR Amien Rais waktu itu. Menurut Amien, dukungan Cendana malah merugikan Prabowo, karena akan mempersempit dukungan bagi dia (Okezone, 23/1).Mengapa? “Keluarga Cendana mewakili masa lalu. Padahal Prabowo yang dikesankan dalam iklan TV, mau mengubah Indonesia, mau buat terobosan-terobosan baru. Saya kira, reformasi sudah mengucapkan selamat tinggal kepada Orde Baru. Sekarang malah ada tokoh yang mengajak Prabowo ke zaman baheula. Ini akan merugikan dia,” kata mantan Ketua MPR, yang ikut memotori gerakan menjatuhkan Presiden Soeharto, sebelas tahun lalu.Penguasa tiga juta hektar.Pernyataan Probosutejo memang penuh kontroversi. Dalam kampanye di desa kelahiran Soeharto, ia menyatakan, dalam tiga tahun setelah Prabowo menjadi Presiden, setiap rakyat akan memiliki tanah minimal dua hektar (Harian Yogya, 7/3). Padahal keluarga besar Prabowo sendiri menguasai lebih dari tiga juta hektar tanah dari Aceh sampai Papua.Janji pembagian tanah seluas dua hektar buat setiap keluarga tani, mustahil dapat diwujudkan. Kecuali kalau Prabowo dan adiknya, Hashim Djojohadikusumo, bersedia membagi jutaan hektar tanah yang mereka kuasai dalam bentuk perkebunan kelapa sawit, teh, jagung, jarak, akasia, padi dan aren, serta ratusan ribu hektar hutan pinus, kepada jutaan petani lapar tanah.Bagaikan zamrud di katulistiwa, tanah-tanah pencetak dollar bagi kedua bersaudara Djojohadikusumo tersebar dari Aceh ke Papua. Di sekeliling Danau Lot Tawar di Aceh, mereka menguasai konsesi PT Tusam Hutani Lestari seluas 96 ribu hektar, terentang dari Kabupaten Bener Meriah ke Kabupaten Aceh Tengah. Konsesi itu sumber kayu pinus bagi pabrik PT Kertas Kraft Aceh (KKA) di Lhokseumawe. Di Sumatera Barat dan Jambi mereka menguasai perkebunan kelapa sawit seluas lebih dari 30 ribu hektar di bawah PT Tidar Kerinci Agung.Di Kaltim mereka telah mengambilalih konsesi hutan PT Tanjung Redep HTI seluas 290 ribu hektar, yang dulu dikuasai Bob Hasan. Juga di Kaltim, mereka telah mengambilalih konsesi hutan seluas 350 ribu hektar dari Kiani Group yang dulu juga dikuasai Bob Hasan dan mengganti namanya menjadi PT Kertas Nusantara, berkongsi dengan Luhut B. Panjaitan, mantan Menteri Perdagangan di era Habibie. Masih di provinsi yang sama, mereka menguasai konsesi hutan PT Kartika Utama seluas 260 ribu hektar, PT Ikani Lestari seluas 260 ribu hektar, serta perkebunan PT Belantara Pusaka seluas 15 ribu hektar lebih.Kaltim memang ‘pabrik uang’ bagi Prabowo. Holding company nya, Nusantara Energy, yang memiliki konsesi seluas 60 ribu hektar, telah mulai mengekspor batubara ke Tiongkok.Bergeser ke Indonesia Timur, di Pulau Bima (NTB), mereka memiliki budidaya mutiara serta perkebunan jarak seluas seratus hektar untuk bahan bakar nabati. Sedangkan di Kabupaten Merauke, Papua, mereka berencana membuka Merauke Integrated Rice Estate (MIRE) seluas 585 ribu hektar. Di Papua, mereka juga mengeksplorasi blok gas Rombebai di Kabupaten Yapen dengan kandungan gas lebih dari 15 trilyun kaki kubik.Kampanye dibiayai petrodollar ...Semua ekspansi bisnis itu serta kampanye Gerindra itu dibiayai dari keuntungan Hashim dari bisnis migas. Di masa kejayaan Soeharto, ashim dan Arifin Panigoro diajak sang Presiden bermuhibah ke negara-negara eks Uni Soviet yang kaya migas, seperti Kazakhstan dan Azerbaijan, dan membeli konsesi-konsesi migas di sana.Krisis moneter yang disusul jatuhnya Soeharto, membuat para keluarga dan kroni Istana harus segera melunasi hutang-hutang mereka yang dikelola BPPN. Arifin melepas ladang migasnya di Asia Tengah tahun 2000, sedangkan Hashim baru enam tahun kemudian melepas ladang migasnya di Kazakhstan, yang dikuasainya melalui Nations Energy Co. yang bermarkas di Calgary, Kanada. Aset itu dijualnya kepada CITIC Group (RRT) seharga 1,91 milyar dollar AS, atau 17,2 trilyun rupiah (Trust, 12-18 Nov. 2007, hal. 11; Swasembada, 24 Nov.-3 Des. 2008, hal. 113-114, 116; Globe Asia, Des. 2008, hal. 49).Pelepasan ladang migas Kazakhstan tidak mengakhiri kiprah Hashim di bidang migas, sebab di Azerbaijan ia masih memiliki ladang migas yang juga dioperasikan oleh Nations Energy Co. Tahun lalu, ladang itupun ia lepas, karena “harganya bagus”, kata Hashim kepada Swasembada.Namun hasil penjualan ladang migas di Kazakhstan saja lebih dari cukup untuk membiayai kampanye Gerindra. Saldo partai ini paling besar di antara 38 parpol peserta Pemilu 2009, yakni Rp 15 milyar (Seputar Indonesia, 7/3)....... dan didukung keluarga besar DjojohadikusumoKeluarga besar Djojohadikusumo ikut mendukung kampanye Gerindra. Selain Hashim sebagai penyandang dana utama, jabatan Bendahara dipegang oleh keponakan Prabowo, Thomas Djiwandono. Putra sulung mantan Gubernur BI, Soedradjad Djiwandono, abang ipar Prabowo, juga menjabat sebagai Direktur Comexindo International (CI) milik Hashim.Dengan investasi sebesar 6 juta dollar AS, CI membawahi perkebunan karet, teh, dan jagung seluas total 1200 hektar di Jabar dan Minahasa (Sulut), sementara 21 ribu hektar sedang diurus di Kaltim. Juga ratusan ribu hektar perkebunan enau untuk produksi gula dan ethanol sedang dirintis di Minahasa dan Papua (Swasembada, 24 Nov.-3 Des. 2008, hal. 115-117).Jadi pertanyaannya sekarang: seandainya Prabowo berhasil meraih kursi RI 1, bagaimana mencegah rezim mendatang tidak mengulangi kesalahan era Soeharto, waktu negara dikelola sebagai imperium bisnis keluarga besar presiden?Penulis adalah pengarang Korupsi Kepresidenan: Reproduksi Oligarki Berkaki Tiga: Istana, Tangsi, dan Partai Penguasa (LKiS, Yogyakarta, 2006). Ia dapat dihubungi di georgejunusaditjondro@gmail.comSumber : http://www.rullysyumanda.org/Politick-Trick/menyongsong-era-soeharto-babak-dua.html

Selasa, 05 Mei 2009

Firasat sebelum tragedi




Ning nong ning gung
Ning nong ning gung
Suara tetabuhan itu seolah akrab dengan telingaku, tapi entah darimana asalnya. Pada saat itu aku di rumah orang tuaku di pedesaan yang cukup jauh dari jalan raya. Sudah sepuluh hari ini aku menikah dengan bang Nas/panggilan akrap tuk swamiku tercinta Nasrudin zulkarnain dan tinggal di rumah orang tuaku yang sederhana, namun hangat dengan keramahan, dan di rumah ini yang tinggal hanya ayah,ibu,aku,dan swamiku / bang Nas.karena dua orang kakakku sudah berkeluarga atau sudah berumah tangga sendiri.sementara adik bungsuku sekolah dan ngekos. Pekerjaan ayahpun hanyalah sebagai petani sederhana, Secara umum, desa tempat tinggal orang tuaku ini termasuk desa yang damai meskipun terkesan sangat apa adanya.
Tetapi, ada yang aneh semenjak aku menikah sepuluh hari yang lalu. Setiap malam desa ini selalu langsung seperti desa mati. Nyaris tidak ada kehidupan dan entah mengapa penduduk selalu mengunci rapat-rapat pintunya dan hanya menghidupkan lampu tempel. Aku sendiri juga heran, mengapa ayah,ibu,dan bang Naspun melakukan hal yang sama, menutup pintu rapat-rapat setelah Maghrib dan hanya menghidupkan lampu tempel. Memang sudah lumrah jika desa tempat tinggalku ini belum dialiri listrik, namun mengapa hanya satu lampu saja yang dihidupkan, dan itupun hanya diruang tamu dan harus dimatikan pada saat tidur.
“Bang Nas,setelah pernikahan kita, kenapa desa ini setiap habis Maghrib seolah seperti desa mati?” tanyaku suatu pagi saat menikmati sarapan berupa nasi tiwul dan sayur lodeh pedas. Bang Nas,ayah,ibu inipun hanya menggelengkan kepala.
Demi melihat swamiku yang demikian, aku makin penasaran dengan apa yang terjadi. Semua kejadian, lebih-lebih setelah dua malam terakhir aku selalu mendengar suara gamelan yang sayup-sayup terdengar.
“Bang, abang ini bagaimana…wong aku ini istrimu, masak abang nggak mau ngasih tau apa yang terjadi didesa ini.” Aku semakin penasaran, sementara swamiku hanya menunduk sambil meneruskan makannya.
Aku sudah mencoba bertanya-tanya kepada penduduk pula, namun jawabannyapun sama…mereka seolah enggan menjawab, bahkan di airmuka mereka aku membaca kecemasan dan keresahan.
“Raniiii,,,Jangan, Ran…nanti saya dapat celaka.”
“Nyuwun ngapunten istri tercinta, saya tidak bisa cerita.”
“Maaf, saya harus kedesa sebelah”
“Jangan saya, mbak Rani”
“Bukan waktu yang tepat mbak untuk cerita.”
Bahkan ada yang langsung masuk kerumahnya saat saya bertanya soal itu. Mengapa setiap habis Maghrib mereka langsung menutup pintu dan kenapa suara gamelan itu terdengar.
***
Ning nong ning gung
Ning nong ning gung
Suara gamelan itu lagi-lagi terdengar, terbawa hembusan angin. Padahal setahuku tidak ada warga desa yang mengadakan pesta apalagi pesta perkawinan. Aku ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi, namun saat aku hendak beranjak keluar dari rumah, swamiku buru-buru mencegahku.
“Ran, jangan keluar…nanti kamu bisa celaka.”
“Apanya yang celaka, Bang Nas?” aku malah bertanya. Aku benar-benar dicengkam rasa penasaran, dan puncaknya pada malam kelimabelas itu.
“Sudah, pokoke kamu jangan sekali-kali keluar.” suamiku berusaha mengalihkan pembicaraan.
Aku justru jengkel, karena setiap pertanyaanku setelah pernikahanku selalu dibiarkan menggantung. Suara gamelan itu masih membahana, terbawa hembusan angin malam. Dan memang benar, bulu kudukku merinding, namun karena rasa penasaranku kian memuncak dan aku benar-benar harus tahu apa yang terjadi didesa ini, maka aku justru marah kepada swamiku.
“Bang Nasrudin, kenapa abang selalu mengucapkan kalimat yang sama?” habis sudah kesabaranku.
swamiku hanya terdiam, namun demi melihat sikapnya aku justru makin marah.
“Setiap aku bertanya, kenapa suara gamelan itu ada. Mengapa kau malah melarangku? Aku juga berhak tahu apa yang terjadi?” kutumpahkan semua kekesalanku.
swamiku duduk diam, matanya menerawang kearah luar, meski jendelanya tertutup rapat. Suara kebogiro yang kudengar sayup-sayup itu rasanya kian keras, dan suasana malam kian menyeramkan karenanya.
“Bang Nas, tolong jelaskan apa yang sebenarnya terjadi disini.” Aku mendesak suamiku agar segera menjelaskan. Sudah lelah aku mendapat jawaban yang sama setiap hari, bahkan pernah aku diusir dari rumah mbak asih gara-gara menanyakan soal gamelan misterius tersebut.
suamiku masih diam seribu bahasa. Matanya seolah memelas menatap padaku. Aku mendekat pada bang Nasrudin dan berkata
“Sudahlah, bang. Kalau abang tidak mau bicara, biar aku sendiri yang cari jawabannya.” Aku sudah putus asa dan ingin jawaban segera. Suara gamelan itu masih terdengar, hingga menjelang dini hari. Aku tidak dapat tidur karena suara itu seolah menggelitik alam bawah sadarku.
Ini harus segera diselesaikan sebelum aku mati penasaran karenanya.
***
Aku menunggu saat malam kembali menjelang. Saat suara gamelan itu kembali berkumandang. Diam-diam aku keluar dari rumah orang tuaku tepat pukul 9 malam, kubuka pintu perlahan-lahan agar bang Nas tidak terbangun. Aku sangat penasaran dengan suara gamelan yang melantunkan kebogiro itu, mengapa hampir setiap malam gamelan itu terdengar, semenjak aku menikah itu.
Aku berjalan berjingkat kearah luar rumah. Suasana terasa sangat mencekam, nyaris tidak ada penerangan dan hanya pijar lampu tempel yang berkerlap-kerlip disepanjang jalan kampung itu. Dan menurut mbak Asih, sejak seminggu sebelum pernikahanku ini suara-suara gamelan itu selalu terdengar seolah menjadi teror yang tak berujung bagi para penduduk yang sebelumnya hidup damai itu. Angin berhembus perlahan, membawa hawa dingin yang mencekam, sementara aku sendiri berusaha mempertajam pendengaran, kuingin tahu, darimana asal suara gamelan itu.
Langit tidak berbintang, kadangkala suara lolongan serigala membahana, seolah memerikan kengerian dan kesedihan. Aku sendiri sebenarnya merinding, takut, sekaligus penasaran dengan apa yang sebenarnya terjadi dikampung ini setelah pernikahanku dengan bang Nasrudin.
“Aku harus tahu darimana gamelan itu berasal.” Tekadku dalam hati demi mengalahkan rasa takut yang sebenarnya perlahan merajai jiwaku. Kututup pintu rumah orang tuaku dengan sangat berhati-hati. Senyap…tanpa kehidupan, bahkan suara jangkrikpun tak terdengar sama sekali. Aku condongkan badanku untuk mencari arah suaranya.
“Aha…itu dia!” seruku dalam hati. Takut jika bang Nasrudin terbangun. Suara hatiku mengatakan bahwa bunyi gamelan berasal dari bukit disebelah kampung. Kurapatkan jaketku dan dengan berlari kecil aku menuju Bukit yang oleh warga disebut Bukit cermai. Semakin kudekati, suara gamelan itu seolah menjauh dan menjauh…Aku makin penasaran dengan hal tersebut. Namun, aku tetap mengikuti arah angin dimana suara kebogiro tadi berasal. Nada demi nada yang teralunpun sebenarnya indah, melambangkan prosesi agungnya suatu pernikahan adat Jawa. Akan tetapi, karena terdengar dimalam hari, sementara tak ada satu wargapun yang mengadakan perhelatan, serta kampung ini termasuk jauh dari kampung tetangganya (yang memerlukan waktu 2 jam berjalan kaki), maka suasana angker itulah yang merajalela.
Kemungkinan waktu sudah menunjukkan pukul 12 malam manakala aku tanpa terasa sudah sampai ke kaki bukit Cermai!
Bukit ini nampak angker dengan batu-batu cadasnya yang tersembul diantara rimbunnnya hutan. Kata penduduk setempat, tak seorangpun yang berani menginjakkan kaki ke bukit itu bahkan disiang hari.
“Lebih baik sampeyan jangan ke bukit Cermai, Mbak Rani.” Kata seorang petani tua mengingatkanku pada saat aku bertanya tentang bukit tadi. Terlihat angkuh sekaligus angker.
“Menurut orang sini, jika nekad kesana berarti celaka.” Kata suamiku, yang mana justru menerbitkan rasa penasaranku. Aku sendiri takkan percaya sebelum membuktikannya sendiri.suamiku sangat paham dengan sikap keras kepalaku.
“Tapi ingat Rani. Kami saja laki laki belum pernah kesana. Jadi tolong….” bang Nas tak meneruskan kata-katanya. Aku bahkan sampai perang mulut dengannya karena keinginanku tadi, dan akhirnya aku pendam sendiri keinginan itu dalam-dalam menjadi sekam yang sewaktu-waktu bisa membakar lagi.suamiku nampak sangat ketakutan.
Kuperhatikan bukit Cermai yang sebenarnya sangat indah. Namun aku tidak begitu memperhatikannya karena lebih tertuju pada suara gamelan yang makin lama makin jelas.
Jantungku tiba-tiba berdetak dengan keras, saat langkahku makin mendekati sumber suara gamelan. Keringat dinginpun mulai bercucuran, gemetar, dan mataku yang berusaha meraba gelap.
Takut? Tentu! Tak terpungkiri
Cemas? Tidak kurang! Apa yang ada didepan sana?
Penasaran? Makin tebal!
Aku berusaha mematikan rasa takut dan cemas itu. Aku sudah bertekad untuk mengetahui apa yang terjadi dibukit Cermai ini! Sementara…
Ning nong ning gung
Ning nong ning gung
Suara itu kian membahana, membedah dan mengobrak-abrik sanubariku. Sebenarnya apa yang terjadi? Langkahku makin mendekati sumber suara, seolah terjadi suatu keramaian yang luar biasa. Tiba-tiba aku mendengar suara-suara manusia yang mendekat. Bergegas aku bersembunyi dibalik semak belukar. Sementara langkah-langkah kaki manusia tadi semakin jelas. Ternyata mereka adalah sosok seperti manusia yang memakai busana seolah hendak kepesta perkawinan. Ada empat orang yang masing-masing membawa seperti bungkusan. Entah apa isinya. Aku sendiri berusaha makin mendekat, seiring dengan suara gamelan yang seolah mengejekku untuk segera menemukan dirinya. Kubuntuti keempat orang yang semuanya laki-laki itu hingga harus menapaki terjalnya jalan bukit yang hanya berupa jalan tikus berbatu.
Suara gamelan itu kian membiusku…aku terus berjalan hingga disuatu titik, tepatnya disebuah tempat lapang yang terdiri dari padang rumput, aku melihat sudah begitu banyak orang disana. Mereka melihatku, namun seolah tidak memperdulikanku. Sementara suara gamelan itu semakin mendekat.
Saat aku menoleh kearah kerumunan, aku melihat sekelompok orang yang memainkan gamelan. Namun yang aneh! Hampir semuanya berwajah mengerikan! Aku nyaris saja berteriak kalau tidak ingat dengan apa pesan Kakekku di masa lalu. “Jika engkau hendak pergi ke suatu tempat yang tak dikenal, janganlah bersuara.” Sebagian besar pemainnya mirip tuyul, dengan bibirnya yang terbalik. Ada yang memegang gong, kempul, bonang, kenong, gender, peking, slenthem, bahkan rebab juga. Semuanya memainkan tembang kebogiro yang makin kuhafal nadanya.
Tiba-tiba terdengar suara dalam bahasa Jawa yang kurang lebih berbunyi :
“Rombongan pengantin telah tiba.”
Aku sekejap menoleh, sudah ada rombongan besar pengantin dengan busana jawa yang lengkap. Sang pengantin perempuan memakai pakaian solo basahan yang anggun dengan bunga melati lengkap menghiasi sanggulnya serta cundhuk mentul yang mempermanis penampilannya. Tetapi pada saat aku melihat pengantin prianya. Aku seketika terhenyak! Jantungku serasa hendak lepas dari pembuluh besar pernafasanku.
bang Nasrudin! Tidak! Tidak mungkin! Jangan dia!
Pengantin pria tadi berwajah mirip bang Nasrudin, namun dia pucat, tatapannya kosong. Sekilas dia menatap kearahku, kosong dan sedih. Itu yang aku tangkap dari tatapan bang Nasrudin. Tidak mungkin! Wajahnya seperti bang Nasrudin!
Aku bergegas berlari meninggalkan arak-arakan pengantin tadi. Namun suara gamelan itu seolah terus mengejarku, tanpa peduli aku berlari kearah mana. Kuturuni bukit Cermai hingga berguling-guling. Aku terluka, tapi aku terus saja berlari. Kutoleh belakang, arak-arakan pengantin itu seperti mengejarku. Wajah mereka terlihat berdarah-darah dan matanya yang keluar, bahkan ada yang menjelma menjadi sosok kuntilanak yang terus mengejar kemanapun aku lari. Arak-arakan itu semakin ketat menempel dibelakangku seolah hendak menerkamku, aku semakin ketakutan, nafasku kian tersengal-sengal. Suara gamelan kebogiro itu tiba-tiba berimbalan dengan suara lolong serigala dan cekikikan yang sangat meloloskan sukma. Aku terus berlari, berlari dan terus berlari hingga tiba-tiba aku tersandung batu, dan terhempas ke jurang yang dalam. Aku hanya bisa terpekik…
Aaaaaaaaa……………
Badanku melayang seolah layangan yang lepas, tak berdaya
***
“Mbak Rani, bangun!” sebentuk suara membangunkanku.
Aku terhenyak ketika sepasang tangan mengguncang-guncang tubuhku. Aku seolah terbangun dari mimpi, ketika kulihat Mbak Asih tetanggaku yang membangunkanku. Badanku terasa sakit-sakit. Aku ternyata tergeletak di tegalan.
“Kenapa tidur disitu Mbak Rani ?" tanya Mbak Asih. Aku berusaha bangun, namun sakit sekali sehingga dia memapahku.
Aku tersadar kalau masih ada di kaki bukit Cermai. mbak Asih masih terus memapahku hingga sampai di sebuah dangau. Kami berduapun duduk disana, sementara aku masih teringat soal tadi malam. Dimana aku melihat arak-arakan pengantin, yang mana pengantin prianya adalah bang Nasrudin, dan aku berlari menghindari kejaran para anggota arak-arakan hingga aku terjatuh ke dalam jurang yang ternyata adalah tegalan sawah yang masih basah.
mbak Asih tiba-tiba memapahku keluar dari dangau. "mbak Rani, kamu harus cepat-cepat pergi ke rumah sakit!" "Kenapa mbak?" aku justru malah bingung dengan sikapnya.Seperti ketakutan, mbak Asih tanpa bicara lagi langsung mengajakku ke rumah sakit. Sesampainya disana, sudah banyak tetangga berkumpul di rumah sakit. Ada yang melafalkan ayat-ayat suci, namun ada juga yang terheran-heran...aku bergegas masuk kedalam rumah sakit meski kakiku terpincang-pincang. Perasaanku mulai berkata bila ada sesuatu yang terjadi pada diri bang Nasrudin. "Oh, Jangan...jangan Tuhan! Jangan dia!" aku semakin cemas. Kutakpedulikan lagi orang-orang yang duduk bersila sambil menghadap sesuatu yang ditutupi kain batik. Aku tidak sabar lagi untuk membuka kain penutup itu demi melihat...."bang Nasrudinnnnnnn!!!!!!" aku berteriak sejadi-jadinya.Dihadapanku kini terpampang jasad suamiku yang membelalak dengan tangan sedikit mengangkat keatas. Kaku dan tidak bisa digerakkan lagi. Mulutnya juga terbelalak, sementara orang-orang banyak yang berbisik-bisik mengenai sebab kematiannya. Aku menangis sejadi-jadinya. Apa ini yang kutemui di bukit Cermai? Kenapa suamiku sampai jadi korban?Apa yang dia lakukan sehingga nyawanya hilang begitu saja?Apakah dia meminta pesugihan disana?Apakah gamelan gaib itu menjadi pertanda akan adanya kematian? Entahlah....Aku bingung....tiba-tiba telingaku mendengar suara lirih gamelan itu lagi seolah mengantar kepergian suamiku. Aku limbung....dan dunia menjadi gelap...
Ning nong ning gung
Ning nong ning gung
Akhirnya terima kasih sudah mengunjuingi blog ini.

Minggu, 03 Mei 2009

Surat Rani Juliani…

Setelah kasus penembakan Nasrudin Zulkarnaen dan dugaan keterlibatan Antasari Azhar terbongkar, nama Rani Juliani mendadak ngetop. Demikian pula blognya. Blog perempuan yang diduga terlibat cinta segitiga dengan dua petinggi itu kini ramai pengunjung.

Hingga kini keberadaan Rani sendiri belum misterius. Belum ada pernyataan apapun dari caddy bertarif mahal tersebut atas kasus dramatik yang melibatkan dirinya dengan Nasrudin dan Antasari. Namun di blog tersebut, ada yang ‘mengklaim’ sebagai Rani dan keluarga meminta agar dirinya tidak dipojokkan dalam kasus yang kini jadi perbincangan hangat masyarakat ini.

rani1“Assalamualaikum Wr Wb.

Sahabat sekalian, mohon jangan pojokkan saya dalam urusan yang terjadi di luar kuasa dan kehendak saya. Biarkan saya dan keluarga saya tenang…saya yakin segalanya akan terbuka dengan sendirinya nanti. Tapi pls untuk saat ini biarkan saya dan keluarga saya tenang….pls mohon pengertian dan emphatinya.

Assalamu’alaikum,

Rani dan keluarga”

Sementara pengunjung blog Rani umumnya mengecam dan memaki-maki si gadis manis pengagum James Bond ini. Misalnya Bunda, dia bilang:

Berapa banyak istri n anak2 yg udah kamu sengsarakan gara-gara ulahmu itu! Sudah dinikahi siri masih gatel nyarri laki orang lain lagi. Inget karma,” kata Bunda.

Selain makian, ada juga pengunjung yang menunjukkan empati pada mahasiswi berumur 22 tahun tersebut. Misalnya saja komen dengan id nusantara:

“Dari berita yang beredar, Sdr Rani Juliani merupakan orang yang sangat penting. Sesama blogger, saya berharap dan memberi dukungan moril kepada Rani agar dapat mengatakan apa adanya. Bicaralah dengan hati nurani. Jangan sampai masalah ini terlalu dipolitisasi dan merugikan banyak pihak. Benar kata Deddy Eko, kamu perlu meminta perlindungan dan jangan mudah diimimg2. Katakan ia jika ia, dan katakan tidak jika tidak!” tulis Nusantara.

Foto Saya
Nama:
Lokasi: gading mangu perak jombang, jatim, Indonesia

widgets
ShoutMix chat widget

Free Mp3 Music Player at www.musik-live.net

Powered by Blogger

Berlangganan
Postingan [Atom]

 

Mau kaya macam gayus ?Klik di sini....